oleh: Fuchmye Barack Mubarok

Namun sekarang semua telah mengalami perubahan, banyak dikatakan “sekarang mengkaji ilmu Islam lebih komplit dan lengkap pada negara-negara barat dengan jurusan-jurusan Islamic studies-nya” memang jika menilik invasi perang salib yang beralangsung selama 500 tahun dengan berjuta literatur dan pengetahuan dunia Islam yang di boyong ke negara-negara sekuler tersebut layak kiranya negara-negara oreientalis itu menyimpan peninggalan-peninggalan masa lalu kita (islam) dan itu hanya sebatas pada paparan akademis semata dengan sederet metodologi dan kodifikasi terhadap keilmuan.
Bahkan sistim madrasah Universitas Al Azhar sendiri dahulu kala diajarkan seperti pada sistim pesantren kuno, namun ketika cara pengajaran harus dirubah azhar pun ikut berubah tidak seperti dahulu yang dengan teguh menggunakan materi dan pengajaran para ulama dalam halaqah di masjid azhar, tetapi sekarang berubah masjidnya telah kosong malah masjid telah berubah dipenuhi orang-orang barat yang berwisata, begitu juga di sudan thariqah di sana-pun telah mengalami perubahan ; tata cara berdzikir secara saman juga telah berubah, bahkan mursyid-mursyid disana sekarang telah berubah digantikan oleh para doktor dan ketika ditanyakan kenapa tidak dimursyidi lagi oleh para syeikh...? lal didapt sebuah jawaban bahwa sekarang para mursyid di sudan distandarkan harus lulusan dr universitas-universitas dalam jurusan yang berkaitan dengan thariqoh. Dan banyak lagi dunia Islam yang mengalami perubahan dalam sisi-sisi ke_Islamannya.
Dalam dirayah; metodologi dalam kajian keilmuan lebih kepada kodifikasi akademis, bi ra'yi. dengan cara ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil, kaidah yang murni dan tepat dan menitik beratkan pada lapangan intelektual dengan research di dalamnya.
Sedangkan riwayah lebih kepada tradisi pengajaran yang antara guru dengan murid saling sambung sampai kepada baginda Rosul S.A.W. dan rasio toleransinya sangat ketat sehingga menjaga kemurnian ilmu agama itu sendiri, sebagai contoh Paham Ahlusunnah wal jamaah dalam Nahdhotul Ulama yang berasal dari imam as’ary (Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari ) kemudian beliau mengajarkan kepada muridnya al Imam Abdullah al Baahi punya murid imam abu bakar al bakilani punya murid Imam Haromayn (Al Juwaeni) punya murid Abdul Karim asgestani, punya murid Muhammad Fakhrudin Arrozi punya murid Abu Abdillah Assanusi punya murid Al Bajuri punya murid Addasuki punya murid Ahmad zaeni dahlan punya murid Ahmad khatib sambas punya murid al Imam Nawawi banten punya murid Syekh Mahfud termas, Kyai Cholil Bin Abdulatif Bangkalan, Syekh Arsyad Banjarmasin, Syekh Abdushomad Palembang punya murid Hadrotusyaikh hasyim asy’ary pendiri Nahdhotul ‘Ulama yang kemudian sampai kepada kita sekalian sedangkan Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy’ari berguru kepada Imam Abu Ali Ajjubai yang berguru kepada Abu Hasyim Ajjubai berguru kepada Abu Hudzail Al Alaf berguru kepada Ibrohim Annadzom berguru kepada Amr Bin Ubaid berguru kepada Washil Bin Atho berguru kepada Abu Hasyim berguru kepada Muhammad Bin Aly Karamallahu Wajhah (dari istri Khaulah Bin Jafar dari Suku Bani Halifah) dan Aly kepada Muhammad Shollallahu alayhi wa sallam.
Apa kajian-kajian kita, ilmu yang kita dapat masih terjaga kemurnian dari sanad dan guru-guru yang suci seperti di atas, atau di sekolah-sekolah yang dengan mudahnya penuh iuran, sumbangan bahkan manipulasi data? Belum lagi politisasi yang beralasan demokrasi dan segudang retorika pembenaran?
Memang, baik Riwayah maupun dirayah dua pilar yang saling mendukung namun metodologi dirayah tercakup dalam riwayah dan tidak sebaliknya, jika saat ini cendrung pengajaran yang lebih kepada diroyah saja tanpa mengikuti tradisi salafuna sholihin maka kemurnian ahlusunnah waljamaah pada saat mendatang sungguh menghawatirkan, sebab dengan standar riwayah dan dirayah itulah ahlussunah wal jamaah ada dan kembali kepada dawuh salaafuna sholih (ulama terdahulu) di atas innama qobadallahu raf’a lluhu al ilma bi qobri ruwaahihi (allah akan menghilangkan ilmu agama dengan mencabut para rawi).
Jadi bukan berarti saya mendengungkan anti kemapanan atau tradisionil tetapi semata-mata ketakutan saya kepada dawuh para salafuuna shalih tentang tercabutnya ilmu tersebut.
wallahu a’lam bishawab...